BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan
Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah
keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia
dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada
tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari
tahun 750-1258 M (Syalaby,1997:44).
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan
yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang
antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah)
yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri
Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu
bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.[1]
Dan pada masa inilah masa kejayaan islam yang mengalami pucak keemasan pada
masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang mengalami peningkatan seperti
bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem pemerintahannya.
1.2.Rumusan Masalah
Dalam
pembahasan makalah ini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sejarah
peradaban islam Dinasti Bani Abbasiyah
meliputi
a. bagaimana kondisi sosial pada masa Abbasiyah?
b. bagaimana kondisi politik pada masa Abbasiyah ?
c. bagaimana kondisi budaya Arab pada masa Abbasiyah ?
1.3.Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini
adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur dengan berkelompok untuk bahan diskusi
mata kuliah sejarah peradaban islam.
2. Selain itu juga untuk
menambah pemahaman pada diri kita mengenai sejarah peradaban islam pada masa
daulah bani abbasiyah,terutama dalam bidang sosial, politik, budaya arab.
1.4.Metode Penulisan
Dalam mencapai suatu tujuan tertentu maka diperlukan cara-cara tertentu
atau metode tertentu dalam hal ini yang perlu digunakan adalah pendekatan
terhadap objek dengan membaca buku yang bersangkutan dengan judul makalah ini
sendiri. Metode ini merupakan sendiri merupakan suatu cara atau alat yang
fungsinya untuk mencapai tujuan. Dan metode ini harus relevan dengan tujuan
yang hendak dicapai.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.KONDISI BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG SOSIAL
Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah
geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan,
Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif penduduk setiap
daerah dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi
budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style
kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah
diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka.
Seniman-seniman terkenal bermunculan pada masa ini diantaranya Ibrahim bin
Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan
dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya
pelayan-pelayan wanita. Dalam sebuah riwayat disebutkan Harun ar-Rasyid
memiliki seribu pelayan wanita di istananya dengan berbagai keahlian.
Para penguasa
Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap
kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari
tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa
Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi
oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama
Islam, Kristen, dan Majusi.
Pembagian kelas dalam
masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan
berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid Zaidan, masyarakat
Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas
khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar
negara (Menteri, gubernur dan panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim
(Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas khusus, tentara dan pembantu Istana.
Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha,
saudagar dan penguasa buruh dan petani.
Sistem Sosial Pada masa ini, sistem social adalah sambungan dari masa sebelumnya
(Masa Dinasti Umayah).
Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok,
yaitu :
a.
Tampilnya kelompok mawali dalam
pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
b.
Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari
beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.).
c.
Perkawinan campur yang melahirkan
darah campuran.
2.2.KONDISI BANI ABBASIYAH DALAM BIDANG POLITIK
Pada
zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Ketika Daulah Abasiyah memegang
tampuk kekuasaan tertinggi islam, terjadi banyak perubahan dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode :
1. Periode pertama (750–847 M)
Pada
periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat
singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina
sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Mansur (754–775 M). Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah.
Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu,
al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad,
dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan
Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.
Di
ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya.. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
pemerintahannya.. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran). Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
Pada
masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya
dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan
mandat dari
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.
Popularitas
Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809
M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan
farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah
ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara
Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi (Yatim, 2003:52-53).
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad
mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
2. Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan
peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah
pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan
cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan
dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam. Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara
profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, Setelah tentara Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam. Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan,
sementara komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di
kalangan para penguasa
dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka
menjadi sangat tinggi.
Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar.
Setelah Khalifah merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke
Baghdad.
3.
Periode
ketiga (945 -1055 M)
Pada
periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Keadaan
Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut
aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi
gaji. Bani Buwaih
membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan
negeri Persia, Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al-Ahwaz,
Wasit dan Baghdad. Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi
merupakan pusat pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa
berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.Meskipun demikian,
dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terusmengalami kemajuan pada
periode ini. Pada masa inilah muncul
pemikir-pemikir besarseperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih,
dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan
juga mengalami kemajuan. Kemajuanini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan
rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali
kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan
sebagainya.
4.
Periode
keempat (1055-1199 M)
Periode
ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani
Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih
di Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam
bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang –orang Syi’ah. Sebagaimana
pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode
ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan
Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabangcabang Madrasah
Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah
ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah
lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para
cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah
al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-Qusyairi dalam bidang
tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam
bidang ilmu perbintangan.
Dalam
bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka membagi
wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk mengepalai
masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah, masing-masing
propinsi tersebut memerdekakan diri. Periode kelima (1199-1258 M)
Berakhirnya
kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya.[3]
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya.[3]
Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur
luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam
sejarah Islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana
terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun
demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran ini tidak
datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena Khalifah pada periode ini sangat
kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping
kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan
satu samalain. Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Internal
1)
Persaingan antar
Bangsa
Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
2)
Kemerosotan
Ekonomi
Kondisi
politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya,
kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyah.
Kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
3)
Konflik
Keagamaan
Konflik yang melatarbelakangi
agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan
Zindik atau Ahlussunnah dengan Syi’ah.
4)
Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang dicapai
Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
b.
Faktor Eksternal
1)
Perang Salib
yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
3.
KONDISI BANI ABBASIYAH DALAM
BIDANG KEBUDAYAAN
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berpikir
diakui sepenuhnya
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
Disamping itu, zaman
pemerintahan Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187). Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran
seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187). Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.
1.
Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan
Persia di zaman ini karena dua faktor, yaitu :
a.
Pembentukan lembaga wizarah.
b.
Pemindahan ibukota
2.
Kebudayaan
Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi
dengan dua cara:
dengan dua cara:
a.
Secara langsung,
Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti lewat perdagangan dan
penaklukan.
b.
Secara tak
langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani.
a.
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa
kota yang menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani. Yang
paling termasyur diantaranya adalah : Jundaisabur,
Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh
di bawah kekuasaan Islam. Sekolah-sekolah
tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia,
diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.
b.
Harran,Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi
pusat pertemuan segalamacam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan
pengembangan kebudayaanYunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah
Abbassiyah.
c.
Iskandariyyah,
Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran NeoPlatonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran NeoPlatonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
4. Kebudayaan Arab
Masuknya
kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan
utama, yaitu :
a.
Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist,
Fiqh yang semuanyadalam bahasa Arab.
b.
Jalan Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab,
bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.[5]
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Sistem Sosial Pada masa ini, sistem social adalah sambungan dari masa sebelumnya
(Masa Dinasti Umayah).
Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, seperti :
·
Tampilnya kelompok mawali dalam
pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
·
Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah
terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab
dll.).
·
Perkawinan campur yang melahirkan
darah campuran.
·
Terjadinya pertukaran pendapat,
sehingga muncul kebudayaan baru.
2. Keadaan kebudayaan pada masa Dinasti Abbasiyah yaitu banyak pencampurnya
Budaya arb dengan orang non-Arab menjadi terarabkan misalnya orang Maroko.
[1] Ratu Suntiah, M.Ag, Drs. Maslani M.Ag, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandun: CV. Insan Mandiri,2010)hlm 93.
[2] http://sejarahperadaban-islam.blogspot.com/2011/10/peradaban-islam-pada-masa-daulah-bani.html, Diakses pada hari sabtu, pukul 01:40
[3]Dr. Badri Yatim,M.A, Sejarah Peradaban Islam
(Jakarta: Rajan Grafindo Persada: 1993) hlm, 49-59.
kalo daerah-daerah kekuasaan dinasti abbasiyah yang mana???
BalasHapusJongol
Hapusmantap
BalasHapusBuat tugas ski
BalasHapus